BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan sesama. Komunikasi dilakukan oleh semua orang setiap hari, maka orang seringkali berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan yang memungkinkan setiap individu bersosialisasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai pengobat, dalam berkomunikasi dengan pasien kita tidak boleh terburu-buru dan harus mengurangi kebisingan dan distraksi. Kita dapat Menggunakan kalimat yang jelas dan mudah dimengerti, kalimat tersebut dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali terlupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering kali terbukti sangat membantu.
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Beberapa faktor yang berbeda terkadang menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan, dan penyakit. Pada tahun 1947, WHO mencoba untuk menggambarkan kesehatan secara luas. Kesehatan (health) diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Di sisi lain, penyakit merupakan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologis dan psikofisiologis pada seseorang. Kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal serta kultural terhadap penyakit. Kesakitan juga merupakan respon subjektif dari pasien, serta respon di sekitarnya terhadap keadaan tidak sehat, tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya saja, tapi arti dari pengalaman tersebut bagi pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Pertama kita harus mencoba mengerti apa itu yang di maksud dengan komunikasi. Sebagai pemahaman yang paling mendasar kita harus dapat mengerti dahulu.
- Setelah itu kita dapat memasuki pemahaman berikutnya. apa yang dimaksud komunikasi terapeutik. Setelah mengerti komunikasi, kita baru dapat membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik.
- Pada akhirnya kita dapat mendefinisikan apa yang dimaksud komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik dan jiwa.
1.3 Tujuan Penulisan
- Pentingnya mengetahui pengertian komunikasi. Komunikasi yang telah selama ini kita lakukan tanpa kita sadari, dan dapat memperbaiki komunikasi di antara kita.Pentingnya mengetahui pengertian komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik sangat bermanfaat bagi semua praktisi medis dan dapat membuat kita dapat berkomunikasi lebih baik lagi dengan pasien kita.
- Pentingnya mengetahui komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik dan gangguan jiwa. Tanpa kita sadari para pasien terpengaruh dari gangguan fisik dan jiwa yang mereka alami . Sakit yang telah menahun dan keinginan untuk sembuh dapat mempengaruhi status fisik dan jiwa dari pasien kita.
1.4 Manfaat Penulisan
Dapat memberikan informasi tentang komunikasi secara umum dan komunikasi terapeutik kepada pembaca atau sesama mahasiswa. Sehingga dapat membuka wawasan kita semua terhadap pentingnya komunikasi terapeutik terutama dalam menghadapi pasien yang mempunyai gangguan fisik dan jiwa.
Dapat memberikan informasi yang jelas kepada sesama mahasiswa yang sedang melakukan pembelajaran tentang materi Komunikasi Pada Pasien Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa dalam mata kuliah Komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi
Menurut Depkes RI tahun 2001, komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima pesan.
Menurut Dale Yoder, kata “communication” berasal dari sumber yang sama seperti kata “common” yang berarti sama, bersama-sama dalam membagi ide, setiap orang mempunyai pemahaman yang sama. Oleh karena itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya.
Ada beberapa pengertian komunikasi yang di kemukakan oleh beberapa para ahli, yaitu:
- Menurut Edward Depari, komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang – lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan.
- Menurut James A.F. Stoner, komunikasi adalah proses dimana seorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
- Menurut John R. Schemerhom, komunikasi adalah proses antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka.
- Menurut Dr. Phill Astrid Susanto, komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti.
- Menurut Human Relation of Work, Keith Devis, komunikasi adalah proses lewatnya informasi dan pengertian seseorang ke orang lain.
- Menurut Oxtord Dictionary (1956), komunikasi adalah pengiriman atau tukar menukar informasi, ide atau sebagainya.
- Menurut Drs. Onong Uchjana Effendy, MA, komunikasi mencangkup ekspresi wajah, sikap dan gerak-gerik suara, kata-kata tertulis, percetakan, kereta api, telegraf, telepon dan lainnya.
Proses komunikasi adalah langkah-langkah di antara seorang sumber dan penerimanya yang menghasilkan transfer dan pemahaman makna. Pesan tersebut disampaikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima. Komunikasi disandikan dengan cara diubah menjadi suatu bentuk simbolis dan dialihkan melalui perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu menerjemahkan ulang (membaca sandi ) pesan yang diberikan pengirim. Jadi di dalam terjadinya suatu proses komunikasi terdapat beberapa faktor yang penting yaitu:
- Pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.
- Simbol / isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Sebagai contoh : biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
- Media / penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat kabar, papan pengumuman, telepon, dan lainnya. Pemilihan ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan dan situasi.
- Mengartikan kode / isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbol / kode dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti atau dipahaminya.
- Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim
- Umpan balik (Feedback)
Umpan balik adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa adanya umpan balik, seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Sebagai contoh : Umpan balik sangatlah penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat. Umpan balik dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Umpan balik yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan tanggapan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak. Umpan balik yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi umpan balik terhadap perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi umpan balik menggambarkan perilaku penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Umpan balik bermanfaat untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, juga dapat memperjelas persepsi.
- Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.
Dalam komunikasi ada beberapa Jenis Komunikasi diantaranya:
Menurut Stephen P. Robbins, komunikasi antar pribadi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
- Komunikasi lisan
- Komunikasi tertulis
- Komunikasi non verbal disebut juga komunikasi dengan bahasa tubuh
Dari ketiga jenis komunikasi yang disebutkan Robbins, komunikasi lisan dan komunikasi tulisan dapat disebut sebagai komunikasi verbal. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa :
- Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
- Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
- Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
- Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
- Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
- Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2.2 Komunikasi Terapeutik
2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi yang terjadi di dunia kesehatan sering juga disebut dengan komunikasi secara terapeutik. Komunikasi terapeutik sendiri maksudnya adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Dalam melakukan komunikasi tiap pasien mempunyai tingkat kesulitan masing-masing. Contohnya pada pasien dengan gangguan fisik dan gangguan jiwa tentu saja akan berbeda jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai gangguan fisik dan jiwa. Dibutuhkan teknik khusus untuk membangun kepercayaan antara pasien dengan pengobat.
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. ( Northouse, 1998).
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan pengobat dan pasien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku pasien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif pengobat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang diri si pasien.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987, hal. 111) karena:
- Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
- Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses pengobatan ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
- Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan pengobat dan pasien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi.
2.2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Dengan profesi sebagai pengobat, maka akan menjadi terapeutik dan adalah suatu hal wajib dilakukan dan diharapkan akan memberikan kontribusi dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti menjadikan diri pengobat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan dalam hal ini pengobat menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya.
2.2.3 Tujuan Komunikasi terapeutik
Untuk mengembangkan pribadi pasien ke arah lebih positif / adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan kesehatan pasien :
- Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan penghormatan diri.Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. pasien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan pengobat diharapkan agar mampu menerima dirinya.
- Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, menerima pasien apa adanya, pengobat akan meningkatkan kemampuan pasien dalam membina hubungan saling percaya. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri (Taylor, Lilis dan Lemone, 1997).
- Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan merngalami harga diri rendah.
2.2.4 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
- Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
- Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
- Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:
- Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
- Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik.
- Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
- Kerahasiaan klien harus dijaga.
- Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
- Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat.
- Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secara rasional.
- Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
- Implementasi intervensi berdasarkan teori.
- Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.
2.2.5 Tahapan Komunikasi Terapeutik
Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahapan, yaitu :
- Tahap Persiapan/ Tahap Pra interaksi
Pada tahap ini pengobat harus:
- Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan diri sendiri.
- Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri perawat sendiri.
- Mengumpulkan data tentang klien.
- Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
- Tahap Perkenalan
Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien. Pada tahap ini tugas perawat:
- Membina hubungan saling percaya.
- Merumuskan kontrak bersama pasien.
- Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasi
- Merumuskan tujuan dengan pasi
- Tahap Kerja
Merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi (Stuart GW., 1998). Pada tahap ini perawat dan pasien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Tahap ini juga berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan.
- Tahap Terminasi
Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien. Tahap ini dibagi dua, yaitu tahap terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada tahap ini tugas perawat adalah:
- Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
- Melakukan evaluasi subyektif.
- Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
- Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.
2.2.6 Strategi Menanggapi Respon.
Dalam menanggapi respon pasien, perawat dapat menggunakan berbagai tehnik komunikasi terapeutik sebagai berikut:
- Bertanya
- Mendengarkan
- Mengulang
- Klarifikasi
- Refleksi
- Memfokuskan
- Diam
- Memberi informasi
- Menyimpulkan
- Mengubah cara pandang
- Eksplorasi
- Membagi persepsi
- Mengidentifikasikan tema
- Humor
- Memberikan pujian
2.2.7 Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik.
Ada lima jenis hambatan spesifik komunikasi terapeutik, yaitu:
- Resisens
- Transferens
- Kontraferens
- Pelanggaran batas
- Pemberian hadiah
2.3 Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa.
Kondisi fisik dan psikologis seseorang seringkali saling terkait. Pasien yang mederita penyakit bisa dari sakit fisik memicu munculnya gangguan psikologis. Ini lebih sering terlihat pada pasien yang sakitnya sudah tahunan. Sebaliknya pula, dari gangguan psikologis bisa muncul sakit fisik. Misalnya pasien secara tidak sadar melukai dirinya sendiri. Dalam mengkaji hubungan di antara keduanya, analisis permasalahan meliputi pencarian/penggalian dan penjelasan hubungan antara kepribadian dan penyakit fisik yang diikuti dengan pendekatan penelitian kontemporer.
Sebenarnya apa perbedaan antara gangguan psikologis seperti cemas dan depresi dengan gangguan fisik seperti penyakit infeksi dan kanker? Secara langsung, gangguan psikologis dapat dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu sendiri seperti stres, pengalaman trauma, dan masalah kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik dapat diakibatkan oleh penyebab fisik misalnya cacat tubuh, cacat bawaan dan luka di tubuh yang mengganggu pergerakkan. Setelah mengetahui itu, kita dapat menggunakan sarana terapi yang tepat bagi masing – masing pasien. Pasien dengan gangguan psikologis seharusnya diarahkan ke sarana penyembuhan psikologi supaya dapat disembuhkan disembuhkan dengan menggunakan terapi seperti psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik diarahkan ke klinik atau rumah sakit agar disembuhkan secara medis.
Gangguan psikologis berkisar dari penyakit mental yang serius sampai kasus yang depresi yang relatif ringan yang biasanya disebabkan ketidakseimbang biokimia, sering dianggap sebagai gangguan keturunan. Hal ini terutama didukung oleh penelitian DNA. Di sisi lain, jenis kepribadian tertentu ada yang mudah terkena penyakit jantung dan stres, yang merupakan faktor utama dalam penyebab banyak penyakit fisik. Pengobatan holistik dan terapi sejenisnya untuk penyakit fisik seringnya mempunyai komponen psikologi yang besar seperti program manajemen stres, relaksasi, hingga pelatihan pernafasan.
2.3.1 Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik
- Pengertian Gangguan Fisik
Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan pada anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik pada tubuh. Gangguan fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat pergerakan terganggu. Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak badan dan harus mendapatkan pengobatan medis.
Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun anak kecil. Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal seperti : kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami oleh anak kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :
- Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan oleh luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian tubuh manusia (gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak kelainan otak dan fungsi geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan sebagian atau seluruh otot karena kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan kaki tangan di luar kemauan karena kerusakan pada basal ganglia). Ataxia (hambatan keseimbangan kerema kerusakan pada otak kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh anggota gerak karena kerusakan pada basal ganglia), tremor (gerakan kecil yang terus-menerus karena kerusakan pada basal ganglia).
- Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit pada otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang berkaitan dengan sistem ototdan rangka meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki karena virus polio), muscular dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif karena otot tidak dapat berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah karena pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan anggota tubuh bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak menutup), hambatan fisik motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat, tubuh kerdil, hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu, dan lain-lain)
- Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik, antara lain : asma (penyempitan pembuluh tenggorokan) dan hemophilia (kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).
Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit yang menyerang otak, dan malnutrisi.
Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan. Adanya berbagai hambatan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari seperti berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan sistem syaraf pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat menimbulkan gangguan fungsi fisiologis tubuh seperti :
- Gangguan refleks
- Gangguan perasaan kulit
- Gangguan fungsi sensoris
- Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik
- Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin (hormonal).
- Gangguan fungsi gastrointestinal
- Gangguan gungsi sirkulasi darah
- Gangguan fungsi pernafasan
- Gangguan pembentukan ekskresi urine.
Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang rendah. Hal ini karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung dan jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak CP akan mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang diterimanya. Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh, orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba.
Kebanyakan anak CP mengalami hambatan bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain secara lisan tidak terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).
Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya. Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.
- Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik
- Pasien dengan Gangguan Pendengaran
Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan gerakan kita dapat ditangkap oleh indra visual si pasien.
Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan pendengaran, antara lain:
- Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di hadapan yang terlihat oleh pasien.
- Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
- Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
- Jangan melakukan pembicaraan ketika kita sedang mengunyah sesuatu, misalnya permen karet.
- Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
- Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat menggunakannya.
- Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.
- Pasien dengan Gangguan Penglihatan.
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.
- Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan penglihatan:
- Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien mengalami kebutaan parsial atau total.
- Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
- Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama .
- Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini, nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
- Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan apapun pada pasien.
- Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
- Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
- Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.
- Syarat-Syarat Komunikasi
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara pengobat dan pasien, untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah:
- Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
- Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
- Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
- Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
- Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka informasi yang disampaikan akan lebih jelas, baik dan lancar.
- Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
- Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.
- Pasien dengan gangguan Wicara.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di perhatikan:
- Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
- Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang diucapkan pasien.
- Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik, komunikasi dengan pasien tidak menyimpang.
- Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi menjadi lebih pelan.
- Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
- Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
- Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan pasien untuk menjadi mediator komunikasi.
- Pasien dengan keadaan tidak sadar
Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima pasien dan pasien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu tidaknya pengobat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada pasien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan kesadaran, hal hal berikut perlu diperhatikan:
-
-
- Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati – hati tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
- Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
- Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan kesadaran.
- Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin untuk membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.
-
- Pasien dengan gangguan perkembangan
Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif pada pasien, antara lain akibat penyakit : retardasi mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal, pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of audience) dengan demikian komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kematangan kognitif / perkembangan kognitif :
- Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.
- Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan menggunakan kata pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh atau gambar dan simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
- Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
- Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
- Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu yang tidak di inginkan.
2.3.2 Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Jiwa.
- Pengertian Gangguan Jiwa.
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber dari hubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan, misalnya seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu untuk menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Penyakit kejiwaan, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh tegangguanya emosi. Proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra), penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita(dan keluarga).
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa:
- Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
- Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai realitas, terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
- Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis yang diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
- Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu penyebab spesifik yang membuahkan perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan kinerja kognitif, delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini tidak digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum pengetian bahwa beberapa gangguan jiwa tidak mengandung komponen biologis.
- Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau fungsional.
- Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh penyakit infeksi otak.
Penyebab Gangguan Jiwa:
Pertama, Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya ke tidak seimbangan zat – zat neurokimia di dalam otak. Kedua, Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi). Dan yang ketiga adalah Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa.
Faktor Organobiologi terdiri dari:
- Neurokimia, gangguan pada kromosom no 21 yang menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down.
- Neurofisiologi, gangguan pada sistem saraf tubuh
- Neuroanatomi, gangguan langsung pada otak yang menyebabkan rusaknya bagian saraf dari otak.
- Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
- Faktor-faktor prenatal dan perinatal.
Faktor Psikologis terdiri dari:
- Interaksi ibu-anak, peranan ibu dalam tumbuh kembangnya seorang anak.
- Interaksi ayah-anak, peranan ayah dalam tumbuh kembang seorang anak.
- Sibling rivalry, kasih sayang yang dirasa oleh seorang anak terhadap dirinya apakah melebihi atau kurang dari saudara kandungnya sendiri.
- Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
- Kehilangan, lost of loved ones, berpisah dari seseorang yang dianggap sangat penting dalam diri pasien tersebut.
- Konsep diri, pengertian identitas diri dan peran diri sang pasien yang tidak menentu.
- Tingkat perkembangan emosi, atau kematangan emosi, pasien yang masih belum mencapai tingkat kematangan tertentu.
- Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif terhadap serangan dari luar.
- Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya.
- Traumatic event, kejadian yang membuat terjadinya luka trauma yang mendalam kepada diri pasien.
- Distorsi Kognitif, perubahan cara pandang dan pemikiran yang tidak lazim
- Pola Asuh Patogenik (sumber gangguan penyesuaian diri pada anak) :
- Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
- Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
- Penolakan (rejected child)
- Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
- Disiplin yang terlalu keras.
- Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
- Perselisihan antara ayah-ibu.
- Persaingan yang kurang sehat diantara para saudara.
- Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
- Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).
Tanda – Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa:
- Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
- Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
- Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa (delusional).
- Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.
- Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
- Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
- Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti atau dicemaskan.
- Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
- Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
- Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
- Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
- Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
- Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
- Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
- Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
- Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
- Sulit dalam berpikir abstrak.
- Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas dan selalu terlihat sedih.
- Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
- Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).
- Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
- Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara penyakit jiwa dan penyakit fisik tetapi pada metode komunikasinya.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
- Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
- Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
- Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.
Tujuan Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa adalah:
- Pengobat dapat memahami orang lain.
- Menggali perilaku pasien
- Memahami perlunya memberi pujian
- Memproleh informasi pasien
Sebagai contoh : Komunikasi pada pasien gangguan jiwa dengan masalah resiko bunuh diri.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
- Bunuh diri adalah membunuh diri sandiri secara internasional
- Bunuh diri dilakukan dengan intense
- Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
- Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung(aktif).atau tidak lansung (pasif), misalnya tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api
Tindakan keperawatan yang dapat diambil:
- Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan pengobat
- Perkenalan diri dengan pasien
- Tanggapi pernbicaraan pasien dengan sabar dan tidak menyangkal.
- Bicara dengan tegas jelas dan jujur
- Bersifat hangat dan bersahabat
- Temani pasien saat keinginan mencederai diri meningkat
- Usahakan pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri seperti :
- Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet gunting tali kaca dan lain-lain).
- Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
- Awasi pasien secara ketat Setiap saat
Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita harus dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara :
- Dengarkan keluhan yang dirasakan
- Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan
- Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya
- Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain
- Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keingnan untuk hidup’
Pasien diusahakan agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan cara :
- Bantu untuk memahami bahwa pasien dapat mengatasi kep
- Bantu mengdentifikasi Sumbet sumber harapan (misal hubungan atar sesama, keyakinan, hala-hal untuk diselesaikan).
Pasien dapat menggunakan koping yang adaptif.
- Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap trari (e.g. berjalan-ialan’ membaca buku favorit’ menulis surat dll’)’
- Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan ia sayang dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan
- Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima pesan.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi perilaku pasien.
Secara langsung, gangguan psikologis / jiwa dapat dijelaskan dengan mengetahui penyebab psikologis itu sendiri. Penyebab tersebut diantara lainnya seperti stres, pengalaman trauma, dan masalah pada masa kanak-kanak. Sementara itu, gangguan fisik diakibatkan oleh penyebab fisik yang beraneka ragam. Dengan mengetahui perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan psikologis seharusnya disembuhkan dengan sarana psikologi seperti psikoterapi dan terapi perilaku, sedangkan gangguan fisik disembuhkan secara medis.
1.2 Saran
Saran-saran yang ingin disampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu:
- Pengobat harus bisa menghadapi pasien dengan gangguan fisik dan jiwa agar terjadi hubungan terapeutik dengan pasien. Walaupun pasien mempunyai gangguan persepsi sensori, pengobat harus merawat pasien dengan baik dan mengetahui teknik-teknik komunikasi yang harus lebih diperhatikan.
- Pengobat mampu menguasai cara-cara berkomunikasi denganpasien yang terganggu fisik dan mentalnya lebih efektif karena telah mengetahui bagaimana terapeutik berkomunikasi dengan pasien gangguan fisik dan jiwa, serta mengetahui hambatan yang akan ditemui pada saat akan berkomunikasi.
Pengobat mampu menerapkan tehnik-tehnik komunikasi, cara berkomunikasi, tahapan komunikasi serta faktor yang menghambat komunikasi pada pasien gangguan fisik dan jiwa.
No Comments