KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA BAYI, ANAK, DAN REMAJA
Pendahuluan
Berkomunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh individu dengan
individu yang lainnya. Komunikasi merupakan satu cara untuk individu bisa berinteraksi
dengan individu yang lainnya, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
Komunikasi merupakan alat efektif yang digunakan antar individu untuk bertukar pikiran,
berpendapat, serta mempengaruhi atau mengetahui cara pikir orang lain, tak terkecuali dalam
dunia kesehatan. Melalui komunikasi, seseorang akan dapat mengerti, mengetahui, dan
memahami sesuatu atau orang lain. Menurut Dale Yoder, dkk, kata communications berasal
dari sumber yang sama seperti kata common yg berarti bersama, bersama-sama dalam
membagi ide. Apabila satu orang berbicara maka orang lainnya mendengarkan. Beberapa
definisi komunikasi lainnya
1. Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi atau ide/gagasan
2. Komunikasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan kepada orang lain
melalui simbol, tanda atau tingkah laku.
3. Komunikasi bisa berbentuk verbal, non verbal dan abstrak
Sedangkan pengertian komunikasi menurut Depkes (2001), komunikasi adalah suatu
proses menyampaikan pesan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang bertujuan
untuk menciptakan persamaan pikiran antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi
adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung pengertian antara individuindividu.
Berdasarkan definisi-definisi komunikasi di atas, dan agar komunikasi berjalan
dengan baik, maka komunikasi memiliki komponen sebagai berikut.
1. Pengirim atau Komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada
pihak lain.
2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak
kepada pihak lain.
3. Saluran (Channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.
4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak
lain.
5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang
disampaikannya.
3
6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu
akan dijalankan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi :
1. Komunikasi dilakukan 2 orang/lebih
2. Komunikasi merupakan pembagian gagasan/ide, pikiran, fakta, pendapat
3. Komunikasi dapat berbentuk lambang lambang yg harus dimengerti oleh
yg melakukan komunikasi/ kedua belah pihak.
Tujuan Komunikasi
Berdasarkan pada latar belakangnya, komunikasi dilakukan oleh individu satu dengan
yang lainnya, agar tujuan yang di canangkan oleh individu tersebut tercapai/terlaksana
dengan baik. Dengan demikian, komunikasi dilakukan bertujuan :
1. Menyampaikan ide/informasi/berita sehingga apa yang kita pikirkan dipahami oleh
lawan bicara, yang pada akhirnya pikiran komunikator dan komunikan jadi sepaham.
2. Memengaruhi orang lain dengan tujuan memotivasi
3. Mengubah perilaku orang lain dari berprilaku kurang baik/tidak sehat menjadi
berprilaku baik/sehat (khusus di dunia kesehatan)
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2007) fungsi komunikasi adalah untuk
pertukaran informasi dan memengaruhi orang lain. Pada dunia kesehatan, komunikasi yang
diterapkan oleh tenaga kesehatan khususnya terafis dengan pasien adalah komunikasi
terapeutik. Melalui komunikasi terapeutik, diharapkan terafis akan dapat lebih banyak
mengetahui kebutuhan pasien yang menunjang proses penyembuhannya.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal antara terapis dengan
pasien/klien yang direncanakan secara sadar, memiliki tujuan tertentu dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan penyembuhan pasien (Videbeck, 2008)
Tujuan dari komunikasi terapeutik dapat dicapai melalui eksplorasi berbagai aspek
pengalaman hidup pasien (Stuart, 2013). Hal yang perlu diperhatikan pada komunikasi
terapeutik adalah sikap dan kemampuan terafis dalam melakukan komunikasi inter-personal.
Menurut Potter & Perry (2013) untuk melalukan komunikasi inter-personal, diperlukan
4
kemampuan mengambil inisiatif, memberikan respon yang tepat, membangun kepercayaan
antara terafis -pasien, dan menghargai setiap karakter individu.
Empat tahapan dalam penerapan komunikasi terapeutik dari Stuart (2013), yaitu :
1. Tahap pra-interaksi
Tahapan ini terjadi sebelum terafis berkomunikasi dengan pasien. Terafis harus fokus
kepada eksplorasi kemampuan diri sendiri. Yang perlu diperhatikan dalam tahap ini :
a. Evaluasi terhadap diri sendiri, dengan mengajukan pertanyaan seperti:
• Apakah saya memandang individu secara stereotip?(melihat individu dari
penampilannya yang tampak)
• Bagaimana pengalaman interaksi saya dengan pasien pasien sebelumnya?
• Bagaimana menghadapi pasien yang sedang marah, sedih, dan kecewa?
• Bagaimana respon saya selanjutnya jika menghadapi pasien yang diam dan
menolak berbicara?
b. Mengumpulkan data dan informasi kondisi maupun perkembangan pasien
c. Rencana interaksi pertama dengan pasien. Tahapan ini, terafis perlu
mempersiapkan rencana percakapan, teknik komunikasi, dan teknik observasi
selama percakapan berlangsung (Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni, 2007).
2. Tahap perkenalan atau orientasi
Tahap ini merupakan pertemuan pertama terafis dengan pasien. Pada tahap ini
terafis perlu/harus menemukan hal yang menjadi permasalahan pasien. Terafis juga
berusaha membangun hubungan baik agar tercipta rasa saling percaya. Menurut
Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2007), hal yang dilakukan pada tahap
perkenalan atau orientasi adalah memperkenalkan diri, mengevaluasi kondisi
pasien, dan menyepakati kontrak mengenai topik yang dibicarakan, tempat, waktu,
dan tujuan.
3. Tahap kerja
Pada tahap ini terafis membantu mengatasi kecemasan yang ada dalam diri pasien
dengan memberikan mekanisme koping (upaya yang dilakukan pada pelaksanaan
stres dalam menyelesaikan masalah). Selain itu, terafis juga memberikan edukasi
kepada pasien dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan.
4. Tahap terminasi
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam komunikasi terapeutik. Pada tahap ini
terafis mengevaluasi pencapaian tujuan secara objektif, dan evaluasi terhadap hasil
5
tindakan yang telah dilakukan. Menurut Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni (2007)
terminasi terbagi menjadi 2 yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Pada
terminasi sementara, terafis akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah
disepakati dengan membuat rencana tidak lanjut dan kontrak waktu. Namun, pada
terminasi akhir, terafis dan pasien tidak menentukan kembali waktu pertemuan
karena pasien telah mampu menyelesaikan masalahnya.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan terafis terhadap pasien sangat penting
dikarenakan pada komunikasi terapeutik, terafis dapat mengetahui segala keluhan pasien.
Sehingga tindakan terafis dalam membantu proses penyembuhan pasien akan tepat sasaran dan
terafis juga dapat mengedukasi pasien untuk menghadapi keluhan tersebut . Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan mengenai proses komunikasi terapeutik yang efektif, baik dan tepat
sasaran. Dikarenakan pasien yang datang beragam usia, status ekonomi dan latar pendidikan,
maka para terafis harus harus memiliki teknik komunikasi terapeutik yang handal, sehingga
tujuan yang akan di capai oleh terafis dan pasien dapat terwujud dengan baik.
PERKEMBANGAN KOMUNIKASI PADA BAYI HINGGA REMAJA
1. Masa bayi (0-1 tahun)
Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata – kata oleh
karena itu, komunikasi pada bayi lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal. Pada
saat lapar, haus, basah, dan perasaan yang tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa
mengekspresikan dengan cara menangis. Walau demikian, sebenarnya bayi dapat berespon
terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara nonverbal,
misalnya memberikan sentuhan, mendekap, menggendong, berbicara dengan lemah lembut.
Ada beberapa respon nonverbal yang bisa ditunjukkan bayi, misalnya menggerakkan
badan, tangan, dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia kurang dari enam bulan
sebagai cara menarik perhatian orang. Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang
tidak dikenalnya adalah ciri perilaku pada bayi usia lebih dari enam bulan, dan perhatiannya
berpusat pada ibunya. Oleh karena itu, perhatikan saat berkomunikasi dengannya. Jangan
langsung ingin menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan/atau mainan yang dipegangnya. Tunjukkan
bahwa kita ingin membina hubungan yang baik denganya dan ibunya.
6
2. Masa Balita (sampai 5 tahun)
Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun) mempunyai
sikap egosentris. Selain itu, anak juga memiliki perasaan takut pada ketidaktahuannya
sehingga anak perlu diberi tahu apa yang akan terjadi padanya. Ditinjau dari aspek bahasa,
anak belum mampu berbicara fasih. Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata – kata
yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat
berbicara padanya adalah jongkok, duduk dikursi kecil, atau berlutut sehingga pandangan
mata kita akan sejajar denganya.
3. Anak Usia 5 sampai 8 tahun
Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam keutuhan
tubuhnya. Oleh karena itu, apabila terapis akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa
dilakukan, untuk apa, dan bagaimana caranya dilakukan ? anak membutuhkan penjelasan atas
pertanyaanya. Gunakan bahasa yang dapat dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas sesuai
dengan kemampuan kognitifnya.
4. Anak usia 8 sampai 12 tahun
Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan kata sudah lebih banyak dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara
konkret. Apabila akan melakukan tindakan, terapis dapat menjelaskannya dengan
mendemontrasikan pada mainan anak.
5. Anak usia remaja
Seperti telah disebutkan pada beberapa bagian di kegiatan belajar sebelumnya, fase
remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari anakanak
menjadi orang dewasa juga. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress jelaskan bahwa ia dapat
mengajak bicara teman sebayanya dan/atau orang dewasa yang ia percaya, termasuk terapis
yang selalu bersedia menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai keberadaan
identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk diperhatikan dalam
berkomunikasi, tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat denganya, jangan memotong
pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan pikiranya, dan hindari perkataan
yang menyinggung harga dirinya. Kita harus menghormati privasinya dan beri dukungan
pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan selalu memberikanya penguatan positif
(misalnya, memberi pujian).
7
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BAYI, ANAK DAN REMAJA
A. BAYI
Peran bicara dalam komunikasi pada bayi
1. Merupakan ungkapan sayang pada bayi
2. Mengajak bicara bayi akan merangsang kinerja saraf otak dan merangsang pendengaran
untuk merangsang pada indra pendengaran
3. Membuat rasa nyaman pada bayi sehingga bayi tidak merasa diabaikan dan merasa selalu
diperhatikan.
4. Melatih bayi untuk mengucapkan kata-kata sederhana, sehingga lambat laun bayi akan
menirukanya
Teknik verbal dan non verbal
1. Teknik Verbal
• Melalui orang atau pihak ketiga
Khususnya mengahadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi secara
langsung pada anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan cara berbicara
terlebih dahulu dengan orang tuanya yang sedang berada disampingnya,
mengomentari pakaian yang sedang dikenakanya. Hal ini pada dasarnya adalah untuk
menanamkan rasa percaya anak pada terapisan terlebih dahulu sebelum melakukan
tindakan yang menjadi tujuan.
2. Teknik non verbal
• Sentuhan
Adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memegang sebagian tangan atau
bagian tubuh anak misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan atau pelukan,
bertujuan untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang
dilakukan antara anak dan orang tua.
Penerapan komunikasi pada bayi (0-18 bulan)
• Bayi terlahir dengan kemampuan menangis karena dengan cara itu mereka
berkomunikasi. Bayi menyampaikan keinginanya melalui komunikasi non verbal.
Bayi akan tampak tenang dan merasa nyaman dan aman jika ada kontak fisik yang
8
dekat terutama dengan orang yang dikenalnya (ibu). Tangisan bayi itu adalah cara
bayi memberitahukan bahwa ada sesuatu yang tidak enak dia rasakan, lapar, popok
basah, kedinginan, lelah dan lain-lain.
• Bayi ( 1 – 18 bulan ) terutama berkomunikasi melalui bahasa non verbal seperti
menangis. Bayi juga berespons terhadap tingkah laku komunikasi non verbal orang
dewasa, seperti menggendong, mengayun dan menepuk.
• Bayi merespon baik kontak fisik yang lembut dengan orang dewasa, namun bayi yang
lebih tua biasanya lebih memilih kontak fisik dengan orangtuanya. Melakukan
pengkajian kondisi bayi saat digendong orang tuanya akan memberikan kondisi yang
nyaman pada bayi
• Berikanlah objek yang aman dan nyaman untuk bayi, seperti selimut, dot dll.
B. ANAK
Salah satu pasien yang dihadapi terafis adalah anak. Anak ialah pribadi yang unik.
Untuk itu terafis perlu memiliki pendekatan khusus untuk memberi pengertian dan mengubah
perilakunya yang cenderung manja dan rewel. Ketika dirawat di rumah sakit terkadang anak
merasakan stress karena adanya perubahan status kesehatan, prosedur terafisan yang harus
dijalani, perubahan lingkungan, serta keterbatasan mekanisme koping.
Umumnya orangtua akan panik ketika anaknya sedang sakit. Pada saat seperti ini,
terafis harus meyakinkan dan memberi pengarahan pada orang tua pasien anak agar orang tua
pasien bercerita tentang kronologis keluhan anaknya. Buat suasana menjadi terasa nyaman dan
tenang, kemudian pembicaraan baru masuk pada pertanyaan inti secara perlahan.
Pertemuan awal antara terafis dengan pasien anak, digunakan terafis untuk melakukan
kajian awal. Pertemuan ini sekaligus melakukan komunikasi dengan orang tua pasien, bila
dirasa pasien anak belum bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Akan tetapi, bila anak sudah
dapat diajak berkomunikasi dengan baik, maka terafis dapat melakukan pengkajian dan
langkah-langkah selanjutnya pada anak saja, kecuali bila ada data yang diperlukan dari anak
tetapi keterangan hasil komunikasi dengan anak belum memadai.
Sebaiknya terafis selalu bersikap terapeutik ketika berhadapan dengan pasien anak.
Baik, saat bertemu dengan pasien anak maupun ketika akan melakukan intervensi keterafisan.
Terafis sebaiknya menyapa pasien anak dengan nama/panggilan yang disukainya, dan untuk
9
tahu ini, terafis bisa menanyakan kepada ibu pasien atau pendamping pasien. Penjelasan
mengenai hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan setelah tindakan pengobatan, perlu
dilakukan oleh terafis dengan bahasa yang dimengerti anak. Buatlah situasi yang
menyenangkan, bahkan kalau perlu terafis harus bisa menjadi kawan/sahabat/tempat curhat
pasien anak, sehingga si anak menjadi tenang dan merasa nyaman ketika dekat dengan terafis.
Raut muka bersahaja, sikap hangat, mengerti kebutuhan serta perasaan anak harus selalu
titampilkan oleh terafis. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak cemas dan takut kepada terafis.
Anak dan orang dewasa memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga komunikasi
terapeutik yang dilakukan terafis terhadap pasien anak harus dibedakan dengan pemberian
komunikasi terhadap orang dewasa. Karena itu, diperlukan cara tertentu dalam menerapkan
komunikasi terapeutik pada pasien anak. Cara-cara tersebut di antaranya :
1. Berbicaralah dengan nada suara yang rendah dan lambat dan gunakan bahasa yang
sederhana agar anak dapat mengerti apa yang dikatakan terafis.
2. Buatlah jadwal yang tidak monoton antara terapi medis dengan hal yang disukai anak
(misal: bermain, nonton tv, main game, dll).
3. Perhatikan posisi badan ketika berinteraksi dengan pasien anak agar anak merasa
nyaman.
4. Atur kontak mata langsung dengan pasien. Ketika mendapat respon kurang baik maka
terafis harus mengurangi kontak mata, dan saat anak sudah bisa mengontrol perilakunya
terafis kembali melakukan kontak mata pada anak.
5. Sentuhlah anak dengan sentuhan kasih sayang, agar anak merasa nyaman dan dekat
dengan terafis, namun perlu diingat bahwa terafis harus meminta izin terlebih dulu.
Saat berkomunikasi terapeutik dengan anak, secara verbal terafis dapat menggunakan
teknik bercerita dengan bahasa anak supaya ia tertarik untuk mendengarkan dan perasaan
tertekannya dapat terkurangi. Dengan teknik bercerita terafis dapat mengetahui perasaan anak.
Selain menggunakan teknik bercerita, terafis dapat menggunakan cara bermain game, kalau
perlu game nya ada ceritanya, sehingga anak bisa dimasukan dalam cerita karenanya dengan
game tersebut terafis dapat mengarahkan anak untuk masuk dalam percakapan.
Selain komunikasi terapeutikpada anak secara verba dapat pula dilakukan secara
nonverbal. Untuk berkomunikasi secara non verbal terafis dapat menggunakan teknik menulis
dan menggambar. Dengan cara menulis, terafis bisa melakukan pendekatan pada anak,
10
sehingga anak bisa bercerita tentang dirinya dan terutama keluhannya. Dengan menggunakan
teknik menggambar, anak dapat mengekspresikan dirinya secara bebas karena menggambar
merupakan salah satu cara yang dilakukan anak untuk mengekspresikan perasaannya dan
mengungkapkan tentang dirinya dengan bebas. Selain itu ada teknik lain, yaitu dengan
bermain. Teknik bermain saya rasa merupakan cara terefektif bagi terafis untuk berinteraksi
dengan pasien anak karena dunia anak adalah bermain.
Terafis perlu untuk menjalin hubungan terapeutik yang baik pada anak. Hubungan
terapeutik yang baik antara terafis dan pasien anak dapat memperlancar pemberian terapi
medis. Selain itu, terafis dapat memberikan pendidikan kesehatan pada anak agar ia dapat
mengerti cara meningkatkan kesehatannya. Tetapi, perlu juga komunikasi terapeutik pada
anak, juga dilakukan terhadap ibunya sebagai pelengkap dari data yang akan diolah, sehingga
komunikasi itu tercapai, yaitu kesembuhan pasien anak.
C. REMAJA
Sikap dalam komunikasi dengan remaja (Egan1995)
Menyampaikan sikap komunikasi merupakan sesuatu atau apa yang harus dilakukan dalam
komunikasi baik secara verbal atau non verbal.
• Sikap berhadapan
Bentuk sikap dimana seseorang langsung bertatapan muka atau berhadapan langsung
dengan pasien.
• Sikap mempertahankan kontak .
Bertujuan menghargai pasien dan menyatakan untuk memenuhi kebutuhannya saat itu.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi pada remaja
1. Pendidikan
Semakin tinngi pendidikan seseorang maka komunikasi berlangsung lebih efektif.
2. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang di peroleh maka komunikasi biasanya akan
berlangsung lebih efektif.
3. Sikap
Sikap sangat sangat mempengaruhi dalam berkomunikasi, sifat pasif atau tertutup
biasanya komunikasi tidak berlangsung secara efektif.
11
4. Usia tumbuh kembang dan status kesehatan anak.
Komunikasi harus disesuaikan dengan tingkat usia
5. Lingkungan
Lingkungan juga sangat berperan penting dalam berkomunikasi. Semakin indah atau
nyaman susana lingkungan maka dalam berinteraksi lebih terasa aman dan nyaman.
Beberapa sikap yang dapat di lakukan dalam menjadilan komunikasi terapeutis remaja:
1. Sikap kesejatian
Menghindari membuka diri yang terlalu dini sampai dengan anak menunjukan
kesiapan untuk berespon posif terhadap keterbukaan
2. Sikap empati
Bentuk sikap dengan cara menempatkan diri kita pada posisi anak dan orang tua
3. Sikap hormat
Bentuk sikap yang menunjukan adanya satu kepedulian atau perhatian, rasa suka dan
menghormati pasien :
Contoh :
Senyum pada saat yang tepat, melakukan jabat tangan atau sentuhan yang lembut
dengan seizin komunikan
4. Sikap konkret
Bentuk sikap dengan menggunakan terminology yang spesifik dan bukan abstrak pada
saat komunikasi dengan pasien
Contoh: gambar, mainan, dll
Sikap komunikasi terapeutik dengan remaja.
Awalnya kita harus menpunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yg menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku
digali baik pasien atau kita bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak
negative pada proses terapeutik. Dalam hubungan ini kita memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki kondisi pasien.
Kita mengarahkan pada pertumbuhan pasien remaja, yaitu sbb:
12
• Pasien remaja harus bisa hormat pada diri sendiri.
• Harus mempunyai integritas diri yg tinggi.
Contoh sikap terapis, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu diperhatikan saat
berkomunikasi dengan remaja:
1. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka untuk
mengekspresikan perasaannya, pikiran dan sikapnya. Dalam hal ini, terafis bertidak
sebagai tempat curahan hatinya. Bahkan, terafis bisa merefleksikan emosi yang
ditunjukkannya, sebagai contoh : ibu tahu/ibu mengerti/ibu dapat merasakan perasaan
kamu
2. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran dan sikapnya.
3. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespon yang berlebihan
pada saat remaja menunjukkan sikap emosional, maka sikap kita adalah memberikan
support atas segala masalah yang dihadapi remaja dan membantu untuk menyelesaikan
masalah dengan mendiskusikannya.
4. Terafis atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat remaja, tempat berbagi
cerita suka dan duka.
5. Duduk bersama remaja, memeluk, merangkul, mengobrol dan bercengkrama dengan
mereka serta sering melakukan makan bersama.
6. Hindari memberi komentar buruk terhadap pasien remaja di muka umum dan berlaku
sabar pada anak remaja.
7. Ketahui batasan yang diperlukan mereka, seperti mana daerah privasi anak dan mana
yang orang tua berhak untuk tahu.
8. Hindari memaksa mereka bercerita. Sebaiknya biarkan hingga anak bercerita sendiri.
Pancing dengan pertanyaan yang lebih umum, seperti misalnya bertanya tentang sekolah
atau temannya.
9. Hindari komentar yang bersifat menghakimi. Tanyakan dulu penyebabnya dan cobalah
berpikir positif yang dapat membantu sebagai cara mengenali karakter anak remaja.
10. Sebaiknya berikan masukan yang positif pada anak sebagai salah satu cara mengatasi
anak yang sensitif. Sebagai contoh : ayo, pasti kamu bisa…, ayo semangat….., kamu
sedang berusaha, bukan kamu tidak bisa….
11. Berilah solusi terhadap masalah mereka. Dengan demikian anak akan tahu cara mengatasi
keluhannya.
13
12. Jangan remehkan pendapat anak, berikan pujian pada aspek yang memang dirasakan baik,
sekecil apapun kebaikan itu.
13. Contoh percakapan:
Seorang remaja datang ke klinik akupunktur, mula2 kita sapa : ”Hai….silahkan masuk.
Apa kabar Nak?” Dilanjutkan; “Apa yg kamu rasakan sakit atau kurang nyaman?”
Setelah dia memberitahukan yang dirasakan, dengan lembut kita katakan: ” Oooo….. mari
coba ibu periksa.” Setelah selesai, kita dapat memberitahukan larangan-larangan dengan
kalimat sederhana yang mudah dimengerti oleh remaja, seperti : “jangan makan ini dulu
ya, jauhi dulu supaya perutmu nggak sakit. Kamu harus sayangi badan kamu sendiri.”
Komunikasi terapeutik di atas akan berjalan dengan baik apabila terafisnya mau belajar dan
belajar untuk mengetahui teknik terafis yang jitu, sehingga dengan ilmu yang diperolehnya,
terafis bisa melakukan tugasnya dengan baik. Demikian pula, sikap yang baik dari pasien juga
sangat membantu berjalannya komunikasi terapeutik. Adanya kerjasama yang baik dari terafis
dan pasiennya akan memberi dampak percepatan kesembuhan pasien itu sendiri. Dan yang
lebih penting lagi yang harus kita sadari bahwa kesembuhan pasien bukan karena kita semata,
tetapi karena Tuhan yang maha kuasa yang memberikan kesembuhan.